Jumat, 07 Desember 2012

Artikel Bab 9 : Memproduksi Barang dan Jasa Kelas Dunia



Agus Susanto: Kopi Luwak, Brand Lokal yang Mengglobal
Rabu, 25 Mei 2011 | 19:35 WIB
|
Share:
Robert Adhi Ksp/KOMPAS
Agus Susanto, Pemilik brand Kopi Luwak
Hendry Fernando/Kopi Luwak
Gerai Kopi Luwak
Robert Adhi Ksp/KOMPAS
Gerai Kopi Luwak
Robert Adhi Ksp/KOMPAS
Agus Susanto, Pemilik Kopi Luwak dan menantunya Henry Fernando

KOMPAS.com – Siapa bilang produk dalam negeri kalah dengan produk luar negeri? Kafe Kopi Luwak mungkin bisa jadi salah satu contoh betapa tempat ngopi ini bisa bersaing dengan tempat ngopi global seperti Starbucks ataupun Coffee Bean. Kopi Luwak kini menjadi brand Indonesia yang disegani, yang mampu bersaing dengan dua brand ini.

Lihatlah, kini di mal-mal terkemuka di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia, Kopi Luwak hadir di tengah-tengah brand lainnya seperti Starbucks. Sampai Mei 2011, ada 10 gerai Kopi Luwak di Jakarta dan 10 gerai lainnya di luar Jakarta.

Kopi Luwak awalnya nama merek kopi milik pengusaha asal Semarang, Tan Hak See, yang dimulai tahun 1965 silam. Kopi ini dijual di Pasar Peterongan, Semarang, dengan alat sederhana. Sejak tahun 1999, Kopi Luwak menjadi brand premium. Kini Kopi Luwak makin dikenal dan digemari. Ketenaran Kopi Luwak bahkan pernah dibahas oleh Oprah Winfrey, host televisi terkenal dari Amerika Serikat.
Peminat kopi luwak di luar negeri mencari-cari kopi luwak. Jadi mengapa tidak? Kalau di Indonesia kami berani bersaing dengan Coffee Bean dan Starbucks, kami juga harus berani ekspansi ke mancanegara.
– Agus Susanto

Untuk mengembangkan bisnis Kopi Luwak, Agus Susanto melibatkan anak-anak dan menantunya yaitu Henry Fernando (33) menantu pertama, yang bertanggung jawab operasional kafe dan istrinya, Melia Susanti (33), anak pertama Agus Susanto memiliki hobi memasak. Henry mendalami bisnis di University of San Fransisco, Amerika Serikat.

Selain itu, Agus Susanto didukung juga oleh dua anak lainnya nya yaitu Jeffry Susanto (30) yang bertanggung jawab dalam produksi kopi, dan Vivien Susanti (26) yang menangani promosi dan desain kafe-kafe Kopi Luwak. Semuanya saling mendukung untuk membesarkan Kopi Luwak. Kopi Luwak akan terus membuka gerai baru di Indonesia, dan merambah mancanegara.

Berikut ini wawancara dengan Agus Susanto, pemilik Kopi Luwak, didampingi menantunya Henry Fernando, bersama Robert Adhi Ksp di gerai Kopi Luwak, Plaza Indonesia, Jakarta, Rabu (25/5/11).

Bagaimana awal mula bisnis Kopi Luwak?
Kopi Luwak awalnya nama merek kopi milik papa saya, Tan Hak See, yang dimulai tahun 1965 silam. Dulu papa membuat kopi dengan alat sederhana dan menjualnya di Pasar Peterongan Semarang. Ukurannya cuma 9 x 25 meter. Papa mengajak dua anaknya, termasuk saya, untuk ikut memasak kopi giling dan mengepaknya. Para pembeli Kopi Luwak umumnya dari luar kota dan biasanya untuk oleh-oleh.

Setelah saya lulus dari SMA Karangturi Semarang, saya mulai terlibat mengembangkan usaha pemasaran dan meningkatkan kualitas kopi sesuai perkembangan zaman. Pada tahun 1980-an, pembuatan Kopi Luwak mulai dengan mesin buatan Jerman sehingga produksinya bisa tiga sampai lima ton per hari. Ketika masih dibuat manual, produksinya hanya 800 kilogram per hari. Kopi Luwak merupakan blending dari beragam rasa sehingga tidak monoton.

Apa yang Anda lakukan untuk memperluas bisnis ini?
Untuk memperkuat brand image, saya memperluas bisnis ini dengan membangun sejumlah kafe di Jakarta dan Semarang. Awalnya saya membangun kafe Kopi Luwak di Bandara Ahmad Yani tahun 2002 dan kemudian di Java Mall di Semarang tahun 2003. Kopi Luwak pernah dibuka di Makro dan Hero Puri Anjasmoro, Semarang, namun karena sulit berkembang, akhirnya yang kini masih bertahan hanya di Bandara Ahmad Yani dan Java Mall di Semarang.

Setelah itu saya dibantu dua putri saya Melia Susanti dan Vivien Susanti, putra saya Jeffry Susanto, dan menantu saya Henry Fernando, memperluas pembangunan kafe itu di Jakarta dengan membuka di Mal Kelapa Gading, Atrium Senen, Mal Ciputra Grogol, Blok M Plaza. Bertambahnya mal-mal baru di Jakarta, membuat kami juga membuka gerai Kopi Luwak di Grand Indonesia, Plaza Indonesia (extension), Pacific Place, Rasuna Epicentrum, Central Park, dan FX Sudirman.

Kopi Luwak juga membuka gerai-gerai di luar Jakarta, yaitu di Bandara Ahmad Yani, Java Mall, dan Paragon (Semarang), Surabaya Town Square dan Ciputra World Surabaya (Surabaya), Solo Square (Solo) dan Malioboro Mall (Yogyakarta). Semuanya sukses. Dibukanya kafe di mal-mal kelas atas memperkuat brand image Kopi Luwak. Tren masyarakat modern saat ini adalah minum kopi di mal sambil membicarakan berbagai hal, termasuk bisnis. Tidak hanya orang Indonesia, tetapi juga orang asing, ekspat yang bekerja di Indonesia melakukan hal serupa.

Dulu kami masuk mal saja dipersulit. Bahkan kami dicecar dengan pertanyaan, ‘apa tidak berat bersaing dengan Starbucks?’ Tapi sekarang Kopi Luwak menjadi pilihan tempat ngopi bagi orang Indonesia dan ekspat.

Tahun 2011 ini, ada rencana membuka gerai baru Kopi Luwak?
Kopi Luwak akan membuka tiga gerai baru yaitu di Mal Kuningan City dan Mal Kota Kasablanka (Jakarta) dan Summarecon Mal Serpong II (Serpong, Tangerang) pada tahun 2011 ini. Kami juga sedang mematangkan rencana membuka Kopi Luwak di Senayan City Jakarta. Juga segera membuka Kopi Luwak di Bali (Beach Walk, Kuta) dan Bandung (Paris Van Java)

Ada rencana Kopi Luwak membuka di mancanegara?
Keberhasilan Kopi Luwak “melawan” waralaba asing semacam Starbucks dan Coffee Bean membuat kami makin yakin mengembangkan usaha kopi ini.

Kami berencana mengembangkan bisnis ini di mancanegara. Tahun 2012, kami akan membuka gerai Kopi Luwak di Orchard (Singapura), Tsim Tsa Tsui (Hong Kong), Pudong (Shanghai), dan Guangzhou di China. Di negeri China, dulu trennya minum teh, tapi sekarang pun orang sudah suka ngopi. Selain itu, kami juga punya rencana membuka gerai di Korea Selatan.

Kami membuka gerai di luar negeri karena terdorong permintaan ekspat. Banyak tamu asing membeli kopi luwak. Peminat kopi luwak di luar negeri mencari-cari kopi luwak. Jadi mengapa tidak? Kalau di Indonesia kami berani bersaing dengan Coffee Bean dan Starbucks, kami juga harus berani ekspansi ke mancanegara.

Kami melihat popularitas Kopi Luwak di luar negeri makin kuat. Kami sudah meregistrasi brand Kopi Luwak di 26 negara. Jadi setelah kami buka di negara-negara itu, Kopi Luwak sudah sah sehingga kami sudah tenang.

Apa rahasia Kopi Luwak sukses bersaing dengan brand yang sudah dikenal lebih dulu seperti Starbucks?
Sebagai pemilik brand Kopi Luwak, kami melihat perkembangan kafe akhir-akhirnya seiring dengan peningkatan gaya hidup masyarakat metropolitan. Anda tanya bagaimana kami bisa melawan Starbucks? Kami mengembangkan brand Kopi Luwak sejak 40 tahun lalu. Jadi secara kualitas, rasa, keunikan, termasuk beda dengan kopi-kopi lainnya. Dari sana, kami yakin, kafe dengan interior internasional, suasana dan cara marketing yang profesional, menjadikan selevel dengan Starbucks.

Ternyata sambutan konsumen Jakarta sangat tinggi. Dan banyak ekspatriat yang melihat keunikan Kopi Luwak, jadi pelanggan tetap. Mereka merasa ngopi di Kopi Luwak juga punya prestise. Kafe lokal yang memiliki brand. Kami tidak menyajikan makanan seperti croissant dan sandwich yang banyak dijual di toko roti. Kafe Kopi Luwak menyajikan menu yang berbeda dan khusus. Ini menjadi suatu kelebihan ciri khas Kopi Luwak. Kami mendatangkan Lumpia langsung dari Semarang.

Banyak meeting bertepatan dengan jam makan siang dan malam. Kami menyiapkan menu favorit mulai dari jam makan siang, snacking time, makan malam, sehingga kafe ini penuh terus. Kami juga punya menu andalan rawon iga, asam iga yang dibakar. Kami harus mempertahankan kualitas dan kekhasan Kopi Luwak. Kami tidak khawatir lagi dengan brand Starbucks. Anda tahu kan di Rasuna Epicentrum, Kopi Luwak dan Starbucks berdekatan, tapi tamu Kopi Luwak tidak pernah sepi. (Robert Adhi Ksp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar