Jumat, 07 Desember 2012

Artikel Bab 11 : Menemukan dan Mempertahankan Karyawan Terbaik


JAKARTA (Berita SuaraMedia) – Saat ini persaingan bukan hanya dalam hal merebut pasar atau keuntungan, tetapi juga mengambil dan mempertahankan karyawan terbaik. Employer brand, diyakini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan loyalitas sekaligus mempertahankan orang-orang terbaik di perusahaan.

Ada kejadian menarik yang muncul pada Konferensi Nasional Human Capital yang diselenggarakan oleh PPM Manajemen awal Desember 2009. Kala itu, salah seorang pembicara membawa rombongan yang datang dengan cara mencolok. Tampilan mereka laiknya pasukan ninja karena semuanya berjubah hitam. Saat itu sang pembicara dikawal ketat oleh lima anak buahnya yang tampak masih muda-muda. Ternyata, mereka adalah karyawan dari Trans TV, perusahaan televisi swasta nasional yang tergabung dalam kelompok usaha Para Group.

Pemimpin rombongan, tak lain adalah Vice President Divisi Layanan Korporat PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV), Latif Harnoko. Sebagaimana karyawan yang dibawanya, ia pun merasa bangga mengenakan seragam berwarna hitam-hitam itu dalam setiap acara di manapun. “Bahkan, Chairul Tanjung sebagai pemilik, dan Ishadi SK selaku Komisaris pun mengenakan seragam yang sama dalam setiap kegiatan,” ungkapnya dengan wajah semringah.

Pemilihan warna hitam, menurut lelaki yang biasa disapa Noko ini, lantaran tidak mencolok dan memiliki energi “nol” (istilahnya tidak “bocor”) di layar TV. “Selain itu, crew TV harus cepat dan tanggap dalam menerima tugas ke manapun, jadi tidak boros menyiapkan pakaian seragam yang banyak. Biasanya yang selalu kami bawa adalah minyak wangi dan pakaian dalam saja,” ujar Noko seraya berkelakar.

Di matanya, seragam hitam ini merupakan kebanggaan seluruh karyawan Trans TV sekaligus menjadi brand bagi perusahaan yang memiliki motto “Milik Kita Bersama”. Ide dan keunikan dari buah orisinalitas ini pun menjadi trend setter di antara perusahaan-perusahaan televisi nasional lainnya.

Bisa dikatakan, Trans TV saat ini merupakan salah satu perusahaan yang banyak dituju para fresh graduate. Hal ini bisa dilihat dari 80% karyawannya yang berusia di bawah 28 tahun dari total karyawan berjumlah 2.200 orang. Tren rekrutmen tahunan yang dijalankan perusahaan melalui broadcast development program (BDP) terus meningkat. Pada tahun 2007, Trans TV sempat dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) karena berhasil menjaring 110 ribu pelamar dari seluruh Indonesia. Namun, yang berhasil lolos dan diterima dari proses itu hanya 500 orang. Tahun berikutnya (2008), Trans TV kembali menjaring 15 ribu kandidat BDP. “Walaupun tahun itu perusahaan mengalami zero growth, kami tetap paksakan untuk merekrut karyawan,” kata Noko seraya memberitahukan bahwa pada 2009 kandidat BDP naik hingga 50 ribu orang.

Tidak dipungkiri, suatu perusahaan dilirik para pencari kerja lantaran memiliki program unggulan. Misalnya, program pengembangan karyawan yang baik, pemberian kompensasi dan benefit yang kompetitif, kepemimpinan yang kuat, dan pengelolaan pengetahuan baru. Program-program tersebut dipastikan mampu membangun brand perusahaan atau dikenal dengan sebutan employer brand. Di tengah persaingan bisnis yang ketat, perusahaan tidak hanya dituntut untuk merebut pasar dan keuntungan, tetapi juga mampu mempertahankan karyawan terbaiknya. Dalam konteks ini, employer brand mesti dibangun.

Dilihat dari definisinya, employer brand adalah serangkaian manfaat fungsional, ekonomis, dan psikologis yang disediakan oleh perusahaan tertentu (Ambler and Barrow). Menurut praktisi dan pengamat HR Karya Bakti Kaban, jika employer brand dengan employee experience berkolaborasi, dipastikan mampu menghasilkan kekuatan brand yang luar biasa.

Di Trans TV, Noko menjelaskan, pihaknya melakukan berbagai langkah strategis dalam membangun employer brand. Misalnya, pada proses rekrutmen. Pendekatan rekrutmen yang dilakukan Trans TV agak berbeda dengan industri lain. Hal ini didasarkan pada core bisnis di industri pertelevisian. “Setiap kali merekrut karyawan, kami menggunakan human job analysis berdasarkan personality kandidat,” katanya seraya mengungkap alasannya, “kami ingin menggali bakat yang sesungguhnya dimiliki calon karyawan.” Noko menyadari, banyak lulusan fresh graduate yang ketika kuliah tidak sesuai dengan minatnya. Maka, pendekatan rekrutmen di Trans TV kerap bersifat hiburan untuk menggali bakat asli kandidat, seperti disuruh menyanyi, menari, dan bermain alat musik.

Setelah mendapatkan talent (sebutan karyawan Trans TV), perusahaan mendorong para talent untuk memberikan nilai tambah. Sepuluh nilai tambah yang terus dikembangkan Trans TV antara lain, lingkungan kerja yang menyenangkan, perilaku yang positif dan kompetitif, kerja sama tim, pelayanan terbaik, tata kelola perusahaan yang baik, mendorong budaya kerja yang kreatif dan inovatif, kepemimpinan yang kuat, budaya belajar dan pelatihan, membuat keuntungan bagi perusahaan, dan berjiwa kesatuan. “Salah satu nilai yang tidak banyak dimiliki perusahaan lain adalah make money ethically.

Nilai ini adalah, bagaimana mencari keuntungan perusahaan yang sebesar-besarnya. Jadi, setiap membuat program televisi harus memiliki nilai jual,” ujar Noko memastikan.

Ia mengungkapkan, keuntungan yang didapat dari membangun employer brand adalah, Trans TV menjadi media pertama di dunia yang memperoleh sertifikat ISAS BC 9001 pada akhir 2007. Sertifikat ISAS BC 9001 adalah standar manajemen mutu berdasarkan ISO 9001 yang dibuat khusus untuk media elektronik demi meningkatkan kinerja perusahaan. Sistem ini paling efektif untuk mengidentifikasi persyaratan penonton dan masyarakat umum, serta membantu fokus pada tujuan strategis perusahaan dan pelaksanaan misi penyiaran publik. ISAS BC 9001 digagas sejak 2003 oleh Media and Society Foundation (MSF) yang bermarkas di Jenewa, Swiss.

Dalam kesempatan lain, Direktur Layanan Korporat PT XL Axiata Tbk. (dahulu bernama PT Excelcomindo Pratama Tbk., red), Joris de Fretes, mengungkapkan, perusahaannya telah membangun employer brand sejak 2007. Mulanya XL mencanangkan strategi menjadi “minute factory”. Melalui strategi tersebut, jelas Joris, XL diharapkan seperti pabrik yang menghasilkan produk berkualitas dengan harga terjangkau dan dalam jumlah yang besar. Kendati banyak kendala, di tahun ini XL berhasil mendobrak pasar melalui inovasi biaya telepon murah Rp 1 per detik.

Tujuan XL menurunkan tarif telepon adalah, untuk menaikkan posisinya ke peringkat nomor dua di industri telekomunikasi nasional. Diakui Joris, tahun 2006 XL masih bertahan di peringkat ketiga. “Keadaan kami sangat terjepit di antara dua peringkat atas yang merupakan perusahaan besar dan di bawah kami masih banyak perusahaan baru yang bermunculan. Akhirnya, CEO kami menantang untuk menjadikan XL peringkat nomor dua dalam kurun waktu tiga tahun,” tutur Joris memaparkan. Untuk itu, perusahaan menerapkan employer brand. (portalhr) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar